Kamis, 10 Februari 2011

Parakan dan Temanggung

Parakan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini terletak di lereng Gunung Sindoro-Sumbing. Kota kecamatan Parakan dilintasi jalur dari Wonosobo ke Yogyakarta/Semarang dan Yogyakarta ke Jalur Pantura/Jakarta.

Sejarah _ Parakan

Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto, daerah Parakan ini adalah merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di sebelah tenggara Parakan.
Pada zaman penjajahan dulu daerah ini terkenal dengan senjata bambu runcing. Salah satu tokoh penggerak para pejuang pada masa perang kemerdekaan adalah KH Subchi (nama aslinya Subuki) yang dijuluki "Jenderal Bambu Runcing" (sekarang namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di kampung Kauman Parakan), sedangkan tokoh-tokoh yang lain diantaranya Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, Sumo Gunardo, Kyai Ali, H. Abdurrahman, Istachori Syam'ani Al-Khafidz dan masih banyak lagi yang lain. Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.
Dikatakan parakan karena bersemayam kyai yang disebut parak atau perek. Kyai Parak pertama berasal dari Yaman dan yang kedua dari pelarian Mataram ketika Amangkurat II memerintah dan dalam struktur pemerintahan zaman Belanda tidak pernah tercantum kelurahan Parakan melankan Jetis, Klewogan dan sebagainya namun dalam susunan berikutnya menjadi daerah kawedanan masih banyak yang harus diungkap tentang parakan termasuk perhatian pemerintah hindia belanda dengan parakan karena banyak pelarian tentara diponegoro yang mengungsi di Parakan sehingga Belanda sengaja menjadikan Parakan sebagai pusat candu agar generasi mudanya rusak dan sulit untuk bergolak menentang Belanda.
Parakan pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten menoreh dengan bupati terakhir KRT. Sumodilogo yang membuat heboh dan meninggal dibunuh oleh tentara Diponegoro dimakamkan di Kalam Jolopo Krasak sedang kepalanya di Selarong, Yogyakarta. Menurut catatan ada beberapa ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bermukim di Temanggung al.Kyai Shuhada dimakamkan di Bayurip Pasuruan Bulu,beliau ayah KH Mansur Banyurip dan kakek dari KH Zaenuddin(alm) mantan kepala desa Banyurip.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar